Ketika seorang wanita menikah dengan laki-laki yang sudah beristri, tak sedikit tetangga yang mencemooh dan memberi label pada wanita tersebut sebagai perebut suami orang. Realita Di negara kita yang mayoritas muslim kasus poligami masih menjadi perdebatan yang panjang, hal tersebut mungkin masih di anggap wajar karena poligami atau menikah lebih dari satu istri bagi sebagian besar wanita indonesia merupakan perbuatan yang tidak baik. Jika merujuk pada aturan yang benar, poligami memerlukan kesiapan yang cukup bagi pelakunya.
Baik kesiapan secara keilmuan maupun secara finansial. Jika tidak memiliki kesiapan dua hal tersebut, maka akan terjadi permasalahan yang cukup rumit di kemudian hari. Namun jika dua syarat tersebut terpenuhi, kebahagiaan membina keluarga dengan dua istri atau lebih bisa terwujudkan. Dua hal tersebut kebanyakan tak di fahami oleh pelaku poligami. Ada alasan alasan yang di kemukakan oleh lakilaki yang memutuskan untuk memiliki istri kedua. Dan Memang tidak semua alasan tersebut salah.
Sahabat Rumah Salam Suatu hari saya mendengar cerita dari seorang teman. Ia di takdirkan menjadi istri kedua dari seorang laki-laki yang usianya terpaut 10 tahun lebih tua darinya. Ia menerima pernikahan tersebut karena adanya permintaan dari istri pertama laki-laki tersebut. Baginya ini tak mudah, karena ada banyak hal yang akan ia perjuangkan dalam pernikahannya kelak. Setelah melewati pertimbangan yang cukup panjang, teman saya tersebut pada akhirnya menerima pernikahan itu. Teman saya tersebut adalah seorang wanita yang baik, pernikahan yang dijalaninya ia niatkan hanya untuk beribadah kepada Rabb-Nya. Tak ada niat lain selain itu. Karena menurutnya laki-laki yang akan menikahinya pada waktu itu adalah laki-laki yang baik. Namun jalan tak selalu mulus di awal. 2 tahun pertama awal pernikahan konflik kecil kerap terjadi di antara ia dan istri pertama. Hampir saja ia menyerah pada kondisi tersebut. Katanya sebaik apapun perempuan, ketika ia harus berbagi suami dengan orang lain, rasa cemburu seringkali muncul dan tentu saja itu akan mengeruhkan keadaan. Ini pula yang di rasakan oleh teman saya..
Ketidak nyamanan dalam keluarga yang ia dambakan nyaris sirna, mulai dari sikap anak-anak yang tidak menerima, kecemburuan istri pertama sampai pembagian waktu dan masalah pemberian nafkah. Namun semua ia kembalikan kepada Tuhan sebagai penentu takdir. Ia serahkan semua permasalahan kepada Tuhan sambil ia berikhtiar memperbaiki diri dengan kesungguhan. Ia meyakini Doa dan ikhtiar adalah jawaban dari setiap permasalahan. Ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhannya dan ia juga memperbaiki hubungan dengan semua orang di sekitar kehidupannya. Semua hal yang dilakukan dengan kesungguhan dan ketulusan ternyata membuahkan hasil, lambat laun semua orang yang ada di dekatnya menerimanya dengan baik. Istri pertama dan anak-anak dari suaminya kini menyayanginya. Bahkan ketika terjadi masalah dalam keluarga mereka, istri pertama dan istri kedua selalu bertemu dan membahas masalah tersebut bersamasama. Sekarang setelah menjalani 4 tahun pernikahan dengan posisi sebagai istri kedua, komunikasi mereka menjadi jauh lebih baik. Terkadang mereka membuat janji untuk bertemu dan jalan berdua hanya untuk menghabiskan waktu di sela kesibukan mereka sebagai ibu. Anak-anakpun kini sudah menerimanya dengan baik. Dan sudah menganggap teman saya itu, sebagai ibu kedua untuk mereka
Jadi tak selamanya menjadi istri kedua itu tidak bahagia, jika semua di niatkan karena Allah dan tulus menjalaninya. Hal ini tentu saja menjadi pelajaran berharga buat saya. Dan semoga Sahabatpun bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari cerita di atas.
[rumahsalam]