Pemerintah dinilai memiliki ruang untuk menaikkan cukai sampai harga eceran rokok naik lebih dari dua kali lipat.
Hasbullah Thabrany, Ketua Pusat Kajian
Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan UI, mengatakan permintan rokok di
Indonesia cenderung inelastis terhadap perubahan harga.
Perokok di Tanah Air tersurvei baru
mempertimbangkan menurunkan konsumsi rokok jika harga rokok naik hingga
Rp50.000 per bungkus. Harga rokok saat ini berada di kisaran
Rp12.000—Rp20.000 per bungkus.
“Kami bertanya berapa harga rokok yang
bisa membuat responden mengurangi konsumsi. Separuh dari mereka
mengatakan baru akan menurunkan konsumsi jika harga rokok naik hingga
Rp50.000 per bungkus,” kata Hasbullah dalam workshop ‘Ekonomi Indonesia dalam Bahaya Rokok’ yang diadakan oleh Bisnis Indonesia Learning Center.
Dia mengatakan perilaku konsumen tersebut
bisa menjadi dasar bagi Kementerian Keuangan untuk menaikkan cukai
rokok lebih tinggi dan menggenjot penerimaan negara.
Tambahan penerimaan tersebut bisa
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau atau menambal
defisit sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
“Di negara manapun iuran dari pekerja
bukan penerima upah sulit. Kenapa tidak gunakan cukai rokok saja,
kebanyakan mereka juga perokok,” kata Hasbullah.
Pemerintah tahun ini telah menaikkan
cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan no. 198/2015. Tarif cukai
sigaret kretek mesin adalah 11,4%—15,6%, Sigaret Putih Mesin sebesar
12,9%—16,4%, sedangkan Sigaret Kretek Tangan sebesar 0%—12%. Rata-rata
kenaikan tarif cukai rokok pada 2016 adalah 11,5% dengan nominal
kenaikan berkisar antara Rp0 per batang hingga Rp70 per batang.
[http://postshare.co.id]
[http://postshare.co.id]